PROGRAM KB (KELUARGA BERENCANA)
Keluarga berencana (disingkat KB) adalah
gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan
membatasi kelahiran. Itu bermakna adalah perencanaan jumlah keluarga dengan
pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran
seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya.
Jumlah anak dalam sebuah keluarga
yang dianggap ideal adalah dua. Gerakan ini mulai dicanangkan pada tahun akhir
1970-an.
Ada pula sebuah lagu mengenai
keluarga berencana yang sering dinyanyikan.
Tujuan
keluarga berencana
Tujuan keluarga berencana di
Indonesia adalah:
Tujuan umum
Meningkatkan kesejahteraan ibu, anak
dalam rangka mewujudkan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang
menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan
kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk.
Tujuan
khusus
- Meningkatkan jumlah penduduk untuk menggunakan alat kontrasepsi.
- Menurunnya jumlah angka kelahiran bayi.
- Meningkatnya kesehatan keluarga berencana dengan cara penjarangan kelahiran
Pandangan
agama tentang keluarga berencana
Keluarga berencana termasuk masalah
yang kontroversional sehingga tidak ditemukan bahasannya oleh imam-imam
madzhab. Secara umum, hingga kini di kalangan umat Islam masih ada dua kubu antara yang membolehkan keluarga
berencana dan yang menolak keluarga berencana. Ada beberapa alasan dari para ulama yang memperbolehkan keluarga berencana, diantaranya
dari segi kesehatan ibu dan ekonomi keluarga. Selain itu, program keluarga
berencana juga didukung oleh pemerintah. Sebagaimana diketahui, sejak 1970, program keluarga berencana nasional telah meletakkan
dasar-dasar mengenai pentingnya perencanaan dalam keluarga. Intinya, tentu saja
untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang berkaitan dengan masalah dan beban
keluarga jika kelak memiliki anak. Di lain pihak, beberapa ulama berpendapat
bahwa keluarga berencana itu haram. Hal ini didasarkan pada firman Allah Qs. Al-Isra':31 yang berbunyi:
“
|
Dan janganlah kalian membunuh
anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada
mereka dan kepada kalian.
|
”
|
—(Qs. Al-Isra' 31)
|
Oleh karena itu,mereka tidak
memperbolehkan keluarga berencana. Maka dari itu, kita harus mempelajari
pengetahuan tentang keluarga berencana dari beberapa sudut pandang sehingga
bisa memberi manfaat bagi masyarakat luas serta meyakinkan masyarakat tentang hukum
keluarga berencana. Rasulullah SAW sangat menganjurkan umatnya untuk memiliki
keturunanyang sangat banyak. Namun tentunya bukan asal banyak, tetapi
berkualitas sehingga perlu dididik dengan baik supaya dapat mengisi alam
semesta ini dengan manusia yang shalih dan beriman. Contoh metode pencegah
kehamilan yang pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW adalah azl yakni
mengeluarkan air
mani di luar vagina istri atau yang lazim disebut sanggama terputus,
namun tidak dilarang oleh Rasul. Dari Jabir berkata: "Kami
melakukan azl di masa Rasulullah SAW, dan Rasul mendengarnya tetapi tidak
melarangnya (HR Muslim)". Sedangkan metode di zaman ini yang tentunya
belum pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW membutuhkan kajian yang mendalam
dan melibatkan ahli medis dalammenentukan kebolehan atau keharamannya. Kita
mengenal keluarga berencana sebagai metode yang dipakai untuk mencegah
kehamilan. Hal tersebut yang paling sering diperdebatkan dalam Islam. Hukum
keluarga berencana dalam Islam dilihat dari 2 pengertian:
- Tahdid an-nasl (pembatasan kelahiran)
Jika program keluarga berencana
dimaksudkan untuk membatasi kelahiran, maka hukumnya haram. Islam tidak
mengenal pembatasan kelahiran. Bahkan terdapat banyak hadits yang mendorong umat Islam untuk memperbanyak anak.
Misalnya, tidak bolehnya membunuh anak apalagi karena takut miskin atau tidak
mampu memberikan nafkah. Allah berfirman:
“
|
Dan janganlah kalian membunuh
anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada
mereka dan kepada kalian.
|
”
|
—(Qs. Al-Isra' 31)
|
- Tanzhim an-nasl (pengaturan kelahiran)
Jika program keluarga berencana
dimaksudkan untuk mencegah kelahiran dengan berbagai cara dan sarana, maka
hukumnya mubah, bagaimanapun motifnya. Berdasarkan keputusan yang telah ada
sebagian ulama menyimpulkan bahwa pil-pil untuk mencegah kehamilan tidak boleh
dikonsumsi. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala mensyariatkan untuk hamba-Nya
sebab-sebab untuk mendapatkan keturunan dan memperbanyak jumlah umat. Rasulullah
Shallallahu walaihi wa sallam artinya: Nikahilah wanita yang banyak anak
lagi penyayang, karena sesungguhnya aku berlomba-lomba dalam banyak umat dengan
umat-umat lain di hari kiamat (dalam riwayat yang lain: dengan para nabi di
hari kiamat)
Karena umat itu membutuhkan jumlah
yang banyak, sehingga mereka beribadah kepada Allah, berjihad di jalan-Nya,
melindungi kaum muslimin dengan izin Allah, dan Allah akan menjaga mereka dan
tipu daya musuh-musuh mereka. Maka wajib untuk meninggalkan perkara ini
(membatasi kelahiran), tidak membolehkannya dan tidak menggunakannya kecuali
darurat. Jika dalam keadaan darurat maka tidak mengapa, seperti:
- Sang istri tertimpa penyakit di dalam rahimnya, atau anggota badan yang lain, sehingga berbahaya jika hamil, maka tidak mengapa (menggunakan pil-pil tersebut) untuk keperluan ini.
- Demikian juga, jika sudah memiliki anak banyak, sedangkan isteri keberatan jika hamil lagi, maka tidak terlarang mengkonsumsi pil-pil tersebut dalam waktu tertentu, seperti setahun atau dua tahun dalam masa menyusui, sehingga ia merasa ringan untuk kembali hamil, sehingga ia bisa mendidik dengan selayaknya.
Adapun jika penggunaannya dengan
maksud berkonsentrasi dalam berkarier atau supaya hidup senang atau hal-hal
lain yang serupa dengan itu, sebagaimana yang dilakukan kebanyakan wanita zaman
sekarang, maka hal itu tidak boleh. Berdasarkan penjelasan yang telah
dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa keluarga berencana diperbolehkan
dengan alasan-alasan tertentu misalnya untuk menjaga kesehatan ibu, mengatur
jarak di antara dua kelahiran, untuk menjaga keselamatan jiwa, kesehatan atau
pendidikan anak-anak. Namun keluarga berencana bisa menjadi tidak diperbolehkan
apabila dilandasi dengan niat dan alasan yang salah, seperti takut miskin,
takut tidak bisa mendidik anak, dan takut mengganggu pekerjaan orang tua.
Dengan kata lain, penilaian tentang keluarga berencana tergantung pada individu
masing-masing.
0 comments:
Post a Comment